Selasa, 29 Desember 2009

Perselisihan Hubungan Industrial


Secara umum setiap pertentangan atau ketidaksesuaian antara pengusaha dengan pekerja mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja atau keadaan perburuhan merupakan perselisihan perburuhan.

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) c UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, perselisihan perburuhan ialah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh, berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.[2]

MACAM-MACAM BENTUK PERSELISIHAN PERBURUHAN

a. Perselisihan Hak atau Rechtsgeschillen
Adalah perselisihan yang timbul karena salah satu pihak dalam perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan tidak memenuhi isi perjanjian, peraturan majikan atau perundang-undangan.

b. Perselisihan kepentingan atau Belangengeschillen
Adalah pertentangan antara pengusaha atau perkumpulan pengusaha dengan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja karena tidak adanya persesusian paham mengenai syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.

Penyelesaian perselisihan perburuhan
Sebelum keluarnya UU Darurat No. 1 Tahun 1951, penagihan mengenai perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan tanpa melihat uang dan tidak melihat golongan warga negara dari pihak-pihak yang bersangkutan, pada tingkat pertama diadili oleh Hakim Residensi (residentie-rechter). Setelah keluar UUDarurat, Hakim Residensi dihapus dan kewenangan mengadili perselisihan hak menjadi kewenangan Peradilan Umum.
Berdasarkan pasal 50 UU No. 2 Tahun 1948 tentang Peradilan Umum menegaskan bahwa PN bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara-perkara perdata di tingkat pertama. Pertentanag atau perselisihan hak merupakan perkara perdata, oleh karena itu menjadi kewenangan PN. (Pasal 3 UU tersebut menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh (a) Pengadilan Negeri, dan (b) Pengadilan Tinggi).
Tanpa mengubah ketentuan yang tertuang dalam UUDarurat No. 1 Tahun 1951, UU No. 22 Tahun 1957 memberikan kewewenang kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan untuk menyelesaikan perselisihan hak antara pengusaha dengan pekerja. Sedangkan perselisihan kepentingan hanya dapat diajukan kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4).

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan :
Untuk perselisihan hak ada dua lembaga yang berwenang menyelesaikannya yaitu :
- Peradilan Umum
- P4
Untuk perselisihan hak dapat diajukan ke Pengadilan Umum oleh pekerja perseorangan maupun serikat pekerja atau oleh pengusaha.
Untuk perselisihan hak yang diajukan ke P4 hanya dapat diajukan oleh serikat pekerja atau pengusaha.
Untuk perselisihan kepentingan hanya dapat diajukan ke P4 oleh serikat pekerja atau serikat pengusaha.

Penyelesaian sukarela (voluntary arbitration)
Dikatakan ada perselisihan jika tuntutan salah satu pihak tidak dapat dipenuhi oleh pihak lain. Jika terjadi perselisihan maka hal pertama yang harus dilakukan ialah mengadakan perundingan antara pihak-pihak yang berselisih. Jika hal tersebut dapat dicapai kesepakatan, maka perundingan tersebut disusun menjadi perjanjian perburuhan.
Berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan serikat pekerja, sereka dapat menyerahkan perselisihan kepada juru pemisah atau dewan pemisah untuk diselesaikan dengan arbitrase (perwasitan). Ini merupakan arbitrase sukarela (voluntary arbitration).

Penyelesaian Wajib (compulsory arbitration)
Setiap timbul perselisihan perburuhan hanya ada tiga kemungkinan penyelesaian :

a. Perundingan

b. Menyerahkan kepada juru pemisah atau dewan pemisah
Apabila dengan jalan tersebut di atas tidak juga dicapai kesepakatan, maka perselisihan tersebut dapat diserahkan kepada pegawai perburuhan.

c. Menyerahkan kepada pegawai perburuhan
Perbedaannya dengan point a dan b ialah bahwa penyerahan perselisihan kepada pegawai perburuhan bersifat wajib setelah kedua jalan tersebut tidak mendapatkan hasil. Pegawai perburuhan dalam hal ini terdiri dari P4P dan P4D.Melalui Jalur Yuridis atau Peradilan

[1]Tidak berlaku lagi diganti dengan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

[2] Tidak berlaku lagi tetapi lembaganya masih diperlukan sepanjang belum dibentuk Pengadilan Perselisihan Industrial.


[3] Ketentuan ini masih diperlukan sepanjang belum diatur atau dibentuk badan yang baru menurut UUNo. 2 Tahun 2004 tentang PPHI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar